眼鏡 - MEGANE!
Ulat bulu dan dedaunan jatuh seolah memberi
sambutan seperti biasanya, dengan megah namun sederhana, pohon dan bunga
menyapa dengan anggunnya ia begitu mempesona bagi atma yang penuh dengan rasa
lelah dalam nirwana. Tanpa kami sadari, kami memilih duduk di tepian bumantara.
Tanpa kami sadari, kami menilik kembali sang asa dan rasa. Tanpa kami sadari,
kami tertodong oleh nestapa yang ada dan Tanpa kami sadari, suasana diantara
kami menjadi semakin niskala.
Tetiba sayup-sayup
terdengar “Bagaimana kabarmu?”, aku menoleh padanya dan mantap menjawab “Tidakkah
kamu lihat aku sudah baik-baik saja kali ini? Meski seharusnya kamu yang berada
disana kala itu, namun dimana dirimu ketika aku benar-benar membutuhkan dirimu?
Kamu tidak pernah benar-benar ada disaat yang tepat, bahkan ketika aku sudah
menyerah dengan segala hal yang tengah kuperjuangkan, kuperhatikan segala sudut
dilingkungan sekitarku kala itu, siapa yang paling hangat dalam memberikan
dukungan, siapa yang mengembalikan kesadaranku dan siapa yang membantuku untuk
kembali berdiri dengan tegap lagi? Kamu tahu siapa yang ada disana saat itu?
Yang pasti itu bukanlah dirimu, dimana dirimu disaat-saat itu? Tidakkah kamu
merasa ingin mengisi bagian yang sudah seharusnya kamu isi karena itu adalah
keharusan mu kala itu? Oh, maaf, aku baru menyadari kalau memang aku bukanlah
siapa-siapa sejak awal bagimu.”. Tanpa kusadari, ternyata aku sudah meluap,
tidak lagi ada kesanggupan diri untuk menahan diri dengan sadar.
Kuperhatikan ia dengan
seksama setelahnya, aku menunggu reaksinya, bagaimana responnya ketika aku
tiba-tiba meluap seperti ini. “Maaf.”, ucapnya dengan sangat perlahan. Ia
melanjutkan, “Bukan begitu maksudku.”, “Lalu bagaimana?”, timpalku. “Kamu
sendiri tidak pernah tahu bagaimana diriku bukan saat-saat itu? Kenapa hanya kamu
yang marah disini? Aku juga bisa marah terhadapmu terkait banyak hal yang
selalu kupendam ketika kamu tidak ada saat-saat itu!”, jelasnya dengan tegas.
“Jadi kamu sekarang menyalahkanku ketika kamu sendiri berhenti bercerita? Kamu
menyalahkanku setelah kamu sendiri berhenti membalas pesan setelah aku
bercerita, setelah aku bertanya dan setelah kamu mengabaikanku ketika aku
mencari kabarmu? Bahkan ketika aku menelfonmu, apakah pernah sekali saja kamu
memperhatikan telfon dariku, atau terbesit dalam fikiranmu untuk
mengangkatnya? Tidak sama sekali bukan? Jangankan hal itu, memikirkan diriku
dengan seksama saja kurasa tidak pernah, apalagi perihal kita, mana pernah kamu
memikirkan hal itu. Kamu selalu sibuk dengan segala hal yang menurutmu tepat,
namun ternyata membuat banyak hal tidak berjalan pada porosnya dan kamu selalu
merasa semua akan kembali baik-baik saja. Karena hal itulah, kamu selalu dengan
santainya, dengan semaunya pergi dan kembali sesuka hati. Tidak kah kamu
memikirkan segala tindakan dan apa yang kamu pilih dalam mengambil keputusan
tentang banyak hal yang ada diantara aku, kamu dan kita selama ini? Perlukah ku
ingatkan tentang 5 Tahun yang lalu? Atau 3 tahun yang lalu? Atau yang baru 1
setengah tahun kemarin? Atau yang terjadi di awal tahun ini? Perlukah
kuingatkan kepadamu atas apa yang telah kamu pilih di waktu waktu itu? Tidak
perlu bukan? Karena dari segala yang kamu pilih kala itu, aku selalu menghargai
dan memikirkan dengan baik-baik semua keputusan yang kamu ambil. Tapi, jika
kali ini kamu menyalahkan dan melimpahkan segala salah pada diriku, kurasa kamu
sudah benar-benar semakin lupa diri, dan itu sangat keterlaluan kamu tahu itu?”.
Ia terbungkam, menatapku dengan dalam seolah memastikan apakah benar ini aku atahu
bukan.
Percakapan
ini semakin tak berujung, setiap sisi atma menggema, emosi yang meraung-raung dalam
diri kini mencari ujung sumbunya dan semakin siap untuk lebih menyala. Sengketa
rasa, persekutuan asa, demo terjadi disetiap sudut jiwa, membakar emosi agar
semakin nyala. Hati bergejolak, ia meraung dengan segala amarah, ia melintang
di seluruh garis katulistiwa, ia membentang ke segala sudut sang atma. Begitu
merah, begitu nyala sang amarah, namun tiba-tiba aku terbentur oleh berbagai
semoga ketika melihatnya, dan aku kembali duduk dengan manis di tepian bumantara bersama dengannya,
si nona.
Oke guyss, untuk sub judul [Symphony Afureru - 3] berakhir disini yaaa, untuk update selanjutnya masih bersama 眼鏡 - MEGANE! dengan bagian terakhir dari sub judul Symphony Afureru yaitu Symphony Afureru 4.
"Terimakasih telah membaca hingga tuntas 💚"
"Jika anda berkenan, boleh dibantu share dan komen ya😊"
0 Komentar